Sangatlah bermanfaat bagi kita untuk membaca perkataan para Imam madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’,i dan Madzhab Hambali), Agar kita selalu mengikuti Sunnah dan meninggalkan perkataan serta pendapat-pendapat yang menyelisihi Sunnah walaupun bersumber daripada mereka sendiri (Para Imam Madzhab).
Hal ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang jauh dari ilmu agama dan selalu taqlid buta (mengikut tanpa melihat hujah), dimana mereka sering berkata ” Kalau bukan pendapat Imam Syafi’i, maka aku akan menolaknya” . Ada pula dikalangan masayrakat lebih selesa dengan mazhab nenek moyang ertikata(apa yang ditinggalkan nenek moyang)biarlah bertentangan dengan hadis namun yang mustahak iainya nenek moyang , ada pula mengatakan
"kenapa nak membuat perubahan , bukankah tok-tok kita sudah lama buat perkara itu!!!apa..nenek- nenek kita sesatkah?”inilah yang dilemparkan bilamana kita mengajaknya mendekatkan diri kepada Al-Quran Hadis."
Sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Hambali juga Imam-imam yang lain, tidak pernah sekalipun mengajarkan kepada para pengikut-pengikutnya, untuk fanatik buta kepada mereka.
Semoga dengan mendengar perkataan-perkataan daripada mereka, kita akan semakin Istiqamah dalam menegakkan Sunnah dan meninggalkan pendapat yang menyelisihinya .
Semoga dengan mendengar perkataan-perkataan daripada mereka, kita akan semakin Istiqamah dalam menegakkan Sunnah dan meninggalkan pendapat yang menyelisihinya .
"Sesungguhnya para Imam-Imam tidak pernah mengajak pengikutnya fanatik atau taasub pada mazhab mereka"
Berikut adalah perkataan para Imam-imam tersebut , semoga Allah merahmati mereka :
a) ABU HANIFAH (Imam Madzhab Hanafi)
Berkata Imam Abu Hanifah:
1. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang kepada perkataan kami, selagi dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145)
1. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang kepada perkataan kami, selagi dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145)
2. Di dalam sebuah riwayat dikatakan: “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku”.
3. Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan menariknya balik di esok hari”.
4. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan khabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku”. (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)
a) MALIK BIN ANAS (Imam Madzhab Maliki)
3. Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan menariknya balik di esok hari”.
4. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan khabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku”. (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)
a) MALIK BIN ANAS (Imam Madzhab Maliki)
Imam Malik berkata:
1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
2 “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam”. (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3. Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahawa Imam Malik ditanya tentang menyelang-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, “Tidak ada hal itu pada manusia”. Dia berkata, “Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurangan, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: “Apakah itu”? “Aku berkata: Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, dia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu AlaihinWaSallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari-jari kedua kakinya”. Maka dia berkata, “sesungguhnya hadist ini adalah Hasan, aku tidak pernah mendengarnya sama sekali kecuali kali ini. Kemudian di hari lain, saya mendengar beliau ditanya tentang hal yang sama lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari kakinya.
(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
2 “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam”. (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3. Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahawa Imam Malik ditanya tentang menyelang-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, “Tidak ada hal itu pada manusia”. Dia berkata, “Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurangan, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: “Apakah itu”? “Aku berkata: Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, dia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu AlaihinWaSallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari-jari kedua kakinya”. Maka dia berkata, “sesungguhnya hadist ini adalah Hasan, aku tidak pernah mendengarnya sama sekali kecuali kali ini. Kemudian di hari lain, saya mendengar beliau ditanya tentang hal yang sama lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari kakinya.
(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
c) ASY-SYAFI’I (Imam Madzhab Syafi’i)
Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari Imam Syafi’i di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya:
1. “Tidak ada seorangpun, kecuali dia wajib bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan mengikutinya. Apapun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku.” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/ 3)
2. “Kaum muslimin telah sepakat baahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya kerana mengikut perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
3. “Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4. “Apabila Hadist itu Shahih, maka ia adalah madzhabku.” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)
5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist , dan orang-orangnya (Rijalull-Hadits) . Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku biar dari manapun orangnya, baik dia dari Kufah, Bashrah mahupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” ( Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)
6. “Setiap masalah yang didalamnya terdapat khabar daripada Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam yang shahih …..dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku menariknya balik di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Harawi, 47/1)
7. “Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya shahih,ketahuilah bahawa itu bererti pendapatku tidak berguna lagi).” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)
8. “Setiap apa yang aku katakan bila bertentangan dengan riwayat yang shahih dari Nabi SAW, maka hadith nabi saw lebih utama dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku” (ibnu Asakir, 15/9/2)
9. “Setiap hadith yang datang dari nabi saw, bererti itulah pendapatku sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri daripada aku”. (Al-Filani dan Ibn Qayyim di dalam al-I’lam)
d) AHMAD BIN HAMBAL (Imam Madzhab Hambali)
Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga dia membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furu’ ) dan pendapat. Oleh kerana itu dia berkata:
1. “Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits. Red.)” (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya dia telah berada di tepi kehancuran.” (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65) , dan firman-Nya: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cubaan atau ditimpa adzab yang pedih. ” (An-Nur:63).
No comments:
Post a Comment