Saturday, January 16, 2010

ENAM PERKARA PENTING DALAM AGAMA


1. Ikhlas dalam agama dan melawan kemusyrikan

Ikhlas menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin iaitu beribadah kepada Allah semata-mata hanya untuk taqarub (mendekatkan diri) kepadaNya dan untuk memperoleh apa yang ada disisiNya. Hal ini dilakukan dengan cara memurnikan tujuan, cinta dan pengangungan hanya hanya kepada Allah juga memurnikan seluruh apa saja yang bersifat lahir maupun batin dalam beribadah tidak dikehendaki dan
diharapkan dari semua itu kecuali hanya redhaNya. Allah berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta Alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). [Qs. Al-An'am: 162-163]


Tauhid dan ikhlas ini telah diasaskan oleh Rasulullah saw, kemudian beliau bersih dari segala sesuatu yang boleh mengotorinya, tidak cukup itu saja bahkan baginda menutup jalan syirk dari segenap ruang. Seperti larangan beliau kepada orang yang mengucapkan: "Atas kehendak Allah dan kehendak Anda." beliau bersabda: "Apakah kamu hendak menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah?" tapi (ucapkan): "Atas kehendak Allah saja!" Beliau juga melarang sumpah dengan selain Allah kerana bersumpah dgn nama selain dari Allah adalah umpangan meletakkan pengangungan kepada makhluk. Mak jelas ia adalah dicegah.


Syirik adalah lawan dari tauhid dan ikhlas, Allah berfirman:
"Sembah lah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan(mensyirikkan)-Nya dengan sesuatupun." [An-Nisaa': 36]



Oleh karena itu hendaklah kita berhati-hati dan waspada terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik itu yang besar (akbar) dan dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam,yang kecil (asghar) maupun yang tersembunyi (khafiy).

2. Bersatu dalam agama dan tidak berpecah belah
Perkara ini diperintahkan dalam Al-Qur'an, As-Sunnah serta merupakan jalan hidup para sahabat dan salafus shalih.

Firman Allah:
"Dan berpenganglah kamu semua kepada tali agama Allah dan jangan kamu bercerai-berai"

[Qs. Ali Imran : 103]


Sabda Rasulullah: "Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, maka tidak boleh salah satu menzalimi yang lain, tidak pula merendahkan dan menghinanya." [HR. Bukhari].


"Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan lain" [HR. Bukhari].


Demikian ajaran Rasulullah saw kepada umatnya agar saling mengasihi dan mencintai serta melarang bermusuhan dan bercerai berai.


Memang para shahabat pernah berbeza pendapat, akan tetapi tidak menyebabkan perpecahan, permusuhan dan saling benci karena hakikatnya mereka sama-sama berjalan diatas hukum yang dicantumkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Seperti ketika Rasulullah saw selesai dari perang Ahzab Jibril as memerintahkan agar segera ke Bani Quraidhah karena mereka melanggar perjanjian, maka Rasulullah bersabda: "Kalian semua jangan shalat Ashar dulu, kecuali kalau sudah sampai di Bani Quraidhah." [HR. Bukhari].


Akhirnya mereka meninggalkan Madinah menuju Bani Qudraidhah dan bersamaan dengan itu tiba waktu Ashar, maka sebagian sahabat ada yang solat Ashar dulu dan sebagian lagi ada yang tidak. Hal ini tidak dicela oleh Rasullah dan dengan krisis ini para shahabt tidak lantas saling bermusuhan atau benci antara satu dengan lain. Demikian pula para salafus shalih ketika berbeza pendapat, selagi mana dalam masalah ijtihadiyah yang disitu berlaku hukum ijtihad maka perbedaan itu tidak menyebabkan permusuhan dan lain benci, walau dalam perbezaan yang sangat jauh sekalipun. Inilah salah satu kaedah pokok Ahlussunnah dalam masalah khilafiyah(perbezaan pandangan).


Adapun perselisihan yang tidak boleh disepakati adalah apa saja yang menyelisihi shahabat dan tabi'in seperti dalam hal i'tiqad dan kenyakinan yang mana sebelumnya tidak pernah ada dan muncul, setelah qurun mufaddlalah (masa generasi terbaik)

3. Mendengar dan patuh kepada pemegang urusan kaum muslimin (ulil amri)
Ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri diantara kamu." [Qs. An-Nisaa': 59]

Sedangkan dari hadits Rasulullah saw diantaranya adalah:
"Hendaklah kalian semua mendengar dan taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang hamba habasyi(org utopia)" [HR. Al Bukhari]

"Barangsiapa yang melihat sesuatu (yang dibenci) pada pemerintah maka hendaklah ia bersabar, kerana barangsiapa yang memisahkan diri dari Al-Jama'ah(pemerintahan) sejengkal saja, kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahilliyah." [HR. Al Bukhari]

Akan tetapi ketaatan terhadap amir(pemerintah) tidaklah mutlak, iaitu selagi ia tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasul saw: "Wajib seorang muslim untuk mendengar dan taat baik terhadap perkara yang ia sukai maupun yang ia benci kecuali jika disuruh untuk bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat." [HR. Al Bukhari]


Dan yang dimaksud amir disini adalah bukan sebagaimana yang didakwa oleh kelompok-kelompok yang ada saat ini. Mereka semua salah dalam menerapkan hadits-hadits Rasulullah saw yang berkaitan dengan pemerintahan, sehingga memabawa kepada perpecahan dan berpuak-puak. Ibn Abbas bila menafsirkan uil amri, katanya ulim amri terbahagi kepada dua, iaitu yg mentadbir dalam bidang Agama dan yang mentadbir didalam pemerintahan. Tugas rakyat adalah mentaati pemimpin dalam semua keadaan (suka atau benci) selagi mana pemimpin tidak menyuruh mereka melakukan maksiat/perbuatan dosa.


4. Penjelasan kelebihan ahli ilmu dan fuqahaa serta finah dari orang yang bertopengkan Agama
Ilmu yang dimaksud disini ialah ilmu syar'i yaitu pengetahuan tentang apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang diberikan kepada Rasulullah saw baik itu Al Kitab maupun Al Hikmah (As Sunnah). Allah swt berfirman:

"Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui(orang-orang berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui(orang-orang jahil)' Sesungguhnya orang yang berakal lah yang dapat menerima pelajaran." [Qs. Az-Zumar: 9]


Adapun selain ilmu syari'i jika itu untuk tujuan bg kebaikan maka itu baik, namun jika untuk tujuan yang buruk maka ia jadi buruk, dan jika tidak ada tujuan apa-apa, maka termasuk kategori mensia-siakan waktu.
Ilmu memiliki banyak keutamaan diantaranya adalah:
  • Bahwa orang yang berilmu akan diangkat darjatnya oleh Allah.

  • Ilmu adalah warisan para Rasulullah.

  • Ilmu akan tetap tinggal meskipun pemiliknya telah meninggal.


  • Salah satu iri hati yang dibolehkan adalah iri hati terhadap orang yang berilmu dan mengamalkannya.


  • Ilmu merupakan cahaya untuk menerangi jalan kehidupan.


  • Orang berilmu ibarat lampu yang menerangi insan disekelilingnya.

Menjadi pekara yg penting bagi kita mngetahui siapa sebenarnya ulama dan fuqaha, sebab ada juga orang-orang yang dilihat sebagai ulama namun pada hakikatnya adalah bukan. Mereka mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil, dan pandai menghiasi perbuatan dan ucapannya sehingga kesesatan dan penyelewengan yang dilakukannya dianggap sebagai ilmu padahal bukan. Mereka lebih sesuai digelar tukang cerita bertopengkan "Ustaz". Hal ini sgt bahaya kerana seorang yang berdakwah tanpa ilmu akan menyebabkan dirinya berbicara tanpa batas, sehingga terkadang ia telah merosak dan menghancurkan agama pendengarnya, namun ia tak sadar karena memandang dirinya lebih pandai dari pendengar. Padahal ia jahil atau mungkin lebih jahil dari pendengar. Nas’alullahal afiyah wassalamah minal fitan.


5. Mengenal wali-wali Allah yang sebenarnya
Wali Allah adalah siapa saja yang beriman kepadaNya, bertakwa pd-Nya dan beristiqamah diatas agamaNya, Allah berfirman:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa". [Qs. Yunus: 62-63]

Jadi jika seseorang itu beriman dan bertakwa kepada Allah maka dia adalah waliNya. Bukan sebagaimana yang dinyakini sebagian orang bahwa wali adalah orang yang maksum (terjaga dari dosa) dan ia mempunyai jalan (tharikat) tersendiri yang langsung dari Allah, bukan syari'at yang dibawa oleh Rasulullah saw, atau dengan kata lain bahwa wali Allah itu biasanya orangnya nyeleh (tidak wajar). Maka tidak diragukan lagi bahwa orang semacam ini tidak layak untuk disebut wali Allah, dan tidak pantas untuk mengaku bahwa dirinya adalah wali. Allah yang lebih tahu siapa yang menjadi waliNya. Dan yang pasti mereka adalah orang-orang yang selalu berpegang teguh kepada kitabNya dan sunnah RasulNya.


Allah telah menjelaskan bahwa tingkatan hambaNya yang diberi nikmat dimulai dari Rasululliahyyin (para Rasulullah), Shiddiqin (jujur dan benar imannya), syuhadaa (para syahid) kemudian shalihin (orang shalih), mereka semua ini adalah wali-wali Allah berdasarkan kesepakatan salafus shalih.


6. Melawan syubahat yang ditanamkan syaitan untuk menjauhkan kita dari Al-Qur'an dan As-Sunnah 

Iaitu mereka bisikkan bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah hanya boleh dipelajari oleh orang yang mencapai derajat mujtahid mutlak setingkat Abu Bakar atau Umar radhiyallahu anhuma. Jikalau seseorang mempelajarinya maka akan jadi kafir atau zindik.

Alhamdulillah syubhat ini dengan pertolongan Allah telah dijawab oleh para ulama dengan meletakkan dasar dan syarat-syarat dalam ijtihad serta penjelasan dari mereka tentang tidak bolehnya sesorang untuk taklid buta, namun hendaknya setiap orang berusaha untuk mengkaji Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar.

Adapun taklid dibolehkan jika seseorang memang benar-benar awam tidak tahu menahu dan tidak mampu memahami suatu hukum atau sebenarnya mampu namun mengalami kesulitan yang sangat besar maka ia boleh taklid dalam bab yang tidak mampu memahaminya. Namun zaman sekarang adalah zaman ilmu merentasi dunia dengan pantas, seharusnya umat Islam meninggalkan taqlid dan mula bertanya dan mengkaji, mengenal Islam sebagai Agama yg haq.



Wallahu a'lam bis shawab.




Diubah suai dari Kitab Al Ushul As Shittah (Syaikh Muhammad At-Tamimi)
dari Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

1 comment:

Anonymous said...

Subhanallah...