BARAKAH SAHUR
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
Dari Anas bin Maalik Radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, "Bersahurlah kalian karena
dalam sahur ada keberkahan."
TAKHRIJ
Hadits yang mulia ini dikeluarkan oleh imam al-Bukhâri dalam shahihnya no. 1789 dan imam Muslim dalam shahihnya no. 1835.
BIOGRAFI PERAWI HADITS.
Beliau adalah Anas bin Mâlik bin an-Nadhar al-Anshâri al-Khazraji.
Beliau Radhiyallahu anhu dibawa Ummu Sulaim Radhiyallahu anhuma pada
usia sepuluh tahun menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Kota Madinah seraya berkata
:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَسٌ خَادِمُكَ ادْعُ اللَّهَ لَهُ
Wahai Rasûlullâh ini Anas yang akan menjadi khadim (pelayan) Engkau. Maka doakanlah ia !
Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kebaikan untuk beliau :
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَأدْخِلْهُ الجَنَّةَ
Ya Allâh perbanyaklah hartanya dan anaknya serta masukkanlah ia kedalam syurga.
Anas Radhiyallahu anhu menyatakan, "Aku telah mendapatkan keduanya
(harta dan anak) dan berharap mendapatkan yang ketiga (masuk syurga).
Sungguh telah dikubur dari keturunanku selain cucu-cucuku sejumlah
seratus dua puluh lima orang dan kebunku berbuah dua kali dalam
setahun."
Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu terus menjadi pelayan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan tinggal di Madinah hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam wafat . Setelah itu beliau Radhiyallahu anhu menetap di kota
Bashrah dan wafat disana pada tahun 90 H dan beliau Radhiyallahu anhu
termasuk sahabat yang terakhir meninggal disana. [Dinukil dari Tanbîhul
Afhâm, Ibnu Utsaimin, 3/36]
KOSA KATA :
تَسَحَّرُوا : Makan sahurlah kalian
السُّحُورِ : apabila huruf sinnya didhammahkan maka artinya makan sahur
(aktifiasnya); Bila dibaca fathah maka artinya adalah dzat makanan
sahurnya.
بَرَكَةً : kebaikan yang banyak dan tetap.
SYARAH
Dinul Islam adalah din yang adil dan penuh rahmat yang memberikan bagian
istirahat dan pendukung kekuatan badan dan memberikan jiwa bagiannya
berupa ibadah dan ketaatan. Dalam hadits yang mulia ini, sahabat yang
mulia Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang yang berpuasa
untuk makan sahur agar mendapatkan gizi dan tambahan tenaga. Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sahur memiliki keberkahan
dalam rangka memotivasi orang agar melakukannya. [Tanbîhul Afhâm, 3/36]
Keberkahan sahur juga dijelaskan dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمْ اللَّهُ إِيَّاهَا فَلَا تَدَعُوهُ
Sesungguhnya dia adalah berkah yang diberikan Allâh kepada kalian, maka jangan kalian meninggalkannya. [1]
Keberkahan dalam sahur ada yang bersifat agamis dan ada yang bersifat keduniaan.
Sahur sebagai suatu berkah yang bersifat agama dapat dilihat dengan
jelas karena sahur itu mengikuti sunnah, mendapatkan pahala dan kekuatan
dalam berpuasa dan juga mengandung nilai penyelisihan terhadap ahli
kitab.
Allâh Azza wa Jalla mensyariatkan sahur atas kaum Muslimin dalam rangka
membedakan puasa mereka dengan puasa orang-orang sebelum mereka,
sebagaimana yang disabdakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits Abu Sa‘id al-Khudriy Radhiyallahu anhu :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur. [2]
Demikian juga diantara keberkahan sahur adalah mendapatkan shalawat dari
Allâh dan para malaikat, sebagaimana yang ada dalam hadits Abu Sa‘id
al-Khudry Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
السُّحُورُ أَكْلَةٌ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ
أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun
salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allâh k dan
para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur.[3]
Sedangkan imam Ibnu Hibban dan ath-Thabrani meriwayatkan hadits diatas
dari Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhuma dengan lafazh :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Allâh dan para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur.
[Hadits Ibnu Umar ini di hasankan al-Albani dalam Shahîhut Targhîb wat
Tarhîb no. 1066].
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Keberkahan dalam sahur
muncul dari banyak sisi, yaitu (karena) mengikuti sunnah, menyelisihi
ahli kitab, memperkuat diri dalam ibadah, menambah semangat
beraktifitas, mencegah akhlak buruk yang diakibatkan rasa lapar, menjadi
pendorong agar bersedekah kepada orang yang meminta ketika itu atau
berkumpul bersamanya dalam makan dan menjadi sebab dzikir dan doa di
waktu mustajab. [Khulâshatul Kalâm Syarh Umdah al-Ahkâm, hlm. 111]
Keberkahan sahur yang bersifat duniawi adalah menikmati makanan dan
minuman yang halal yang disukainya dan dapat menguatkan orang yang
berpuasa serta menambah semangat untuk melakukan ketaatan selama
berpuasa. Demikian juga terjaga kekuatan badan dan semangat
aktifitasnya.
SUNNAH MENGAKHIRKANNYA
Yang sangat perlu diperhatikan dalam sahur ini dan banyak dilupakan kaum
Muslimin sekarang adalah disunnahkannya memperlambat sahur sampai
mendekati waktu Shubuh (fajar) sebagaimana yang dilakukan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas
Radhiyallahu anhu dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu , beliau
berkata :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ n ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ
كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
Kami bersahur bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
kemudian beliau pergi untuk shalat.” Aku (Ibnu Abbas) bertanya, “Berapa
lama antara adzan dan sahur?” Beliau menjawab, “Sekitar 50 ayat.” [4].
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan hadits
ini dengan menyatakan, "Ketika memperkuat badan untuk berpuasa dan
menjaga semangat beraktifitas padanya termasuk tujuan makan sahur, maka
termasuk hikmah adalah mengakhirkannya. [Tanbîhul Afhâm, 3/39]
Dalam hadits yang mulia di atas dijelaskan jarak waktu mulai makan sahur
dengan adzan shalat Shubuh adalah seukuran orang membaca lima puluh
ayat secara sedang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. [Lihat
penjelasannya dalam kitab Tanbîhul Afhâm, 3/39]
Salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama menceritakan :
كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِي أَهْلِي ثُمَّ تَكُونَ سُرْعَتِي أنْ أدْرِكَ السُّجُودَ مَعَ رَسُولِ اللهِ
Aku makan sahur bersama keluargaku, kemudian aku segera bergegas menuju
masjid agar aku bisa bersujud (pada rakaat pertama shalat shubuh)
bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam [HR. al-Bukhâri no.
1786]
Dengan demikian ketentuan imsak yakni menahan diri dari makan dan minum
beberapa saat sebelum terbitnya fajar adalah perkara yang di ada-adakan
oleh sebagian kaum Muslimin dan menyelisihi firman Allâh Azza wa Jalla :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. [al-Baqarah/2: 187]
Juga menyelisihi tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat beliau Radhiyallahu anhum .
Para Ulama telah menegaskan bahwa hal tersebut termasuk sikap
berlebih-lebihan dalam beragama, walaupun dilakukan dengan alasan
kehati-hatian dan menjaga diri dari perkara yang haram.
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, "Termasuk kebidahan yang
mungkar adalah yang terjadi di zaman ini berupa dikumandangkannya adzan
kedua (yaitu) dua puluh menit sebelum fajar di bulan Ramadhan dan
memadamkan pelita-pelita yang dijadikan sebagai tanda tidak boleh makan
dan minum bagi orang yang ingin berpuasa. Ini dengan anggapan dari orang
yang membuat-buatnya untuk kehati-hatian dalam ibadah dan hal ini tidak
diketahui adanya kecuali oleh beberapa orang saja. Hal ini menyeret
mereka untuk tidak mengumandangkan adzan hingga setelah matahari
terbenam beberapa waktu untuk memastikanm waktunya dalam anggapan
mereka. Lalu mereka mengakhirkan buka puasa dan mempercepat sahur serta
menyelisihi sunnah. Oleh karena itu sedikit sekali kebaikan dari mereka
dan banyak pada mereka keburukan. Allâhul musta’an. [Dinukil dari
Khulâshah al-Kalam, hlm. 118].
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, "Imsak yang
dilakukan oleh sebagian orang itu adalah suatu tambahan dari apa yang
diwajibkan oleh Allâh Azza wa Jalla sehingga menjadi kebatilan, dia
termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama Allâh padahal Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, yang artinya, "Celakalah
orang yang mengada-adakan! Celakalah orang yang mengada-adakan !
Celakalah orang yang mengada-adakan !" [Fatâwâ Arkânil Islâm Syeikh ibnu
Utsaimin]
HUKUM MAKAN SAHUR.
Sahur merupakan sunnah yang muakkad dengan dalil:
a. Perintah dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk itu
sebagaimana hadits yang terdahulu dan juga sabda beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam :
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
Bersahurlah karena dalam sahur terdapat berkah.[5]
b. Larangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari meninggalkannya
sebagaimana hadits Abu Sa’id yang terdahulu. Oleh karena itu, al-Hâfidz
Ibnu Hajar dalam Fath al-Bâry (3/139) menukilkan ijma’ atas sunnahnya
sahur.
FAEDAH HADITS
1. Perintah makan sahur bersifat sunnah.
2. Sahur memiliki keberkahan
3. Sahur dan keutamaannya tidak khusus pada satu jenis puasa saja bahkan umum untuk semua jenis puasa.
4. Kesempurnaan Islam dalam memperhatikan keadilan
5. Bagusnya pengajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
menyertakan hikmah satu hukum agar mudah diterima dan menampakkan
ketinggian ajaran Islam.
6. Disunnahkan mengakhirkan makan sahur.
7. Jarak antara makan sahur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan adzan adalah sejarak bacaan lima puluh ayat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVI/1433H/2012.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
[1]. Riwayat an-Nasai no. 2162 dengan sanad yang sahih. Hadits ini
dihukumi shahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-nasaa’i dan shahih
at-targhib wa at-tarhib 1096 )
[2]. HR Riwayat Muslim.
[3]. Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad 3/44 lihat sifat Shaum nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam karya Syeikh Ali Hasan al-Halabi.
[4]. Riwayat Bukhariy dan Muslim
[5]. Riwayat al-Bukhariy dan Muslim
No comments:
Post a Comment